Senin, 17 Januari 2011

Koperasi Sapi Perah Dan Perdagangan Susu

Usaha pembangunan di bidang koperasi dimaksudkan untuk lebih meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah dalam ke­giatan ekonomi agar dengan demikian tingkat kesejahteraan go­longan tersebut semakin meningkat. Pembinaan koperasi bertujuan untuk meng­usahakan agar kehidupan koperasi kembali kepada alas dan sendi-sendi dasar koperasi. Untuk itu kebijaksanaan yang telah ditempuh adalah : melaksanakan pembinaan organisasi koperasi dan pembinaan usahanya. Kegiatan yang dilaksanakan berbentuk pendidikan dan latihan keterampilan bagi para anggota pengu­rus dan badan pemeriksa koperasi, serta penyuluhan dan penerangan bagi para anggota koperasi dan masyarakat luas dengan harapan agar mereka berminat untuk menjadi anggota koperasi. Pelaksanaan kegiatan tersebut dijalankan dengan satu program pokok, yaitu Program Pendidikan Perkoperasian
Tujuan pembinaan koperasi selanjutnya adalah untuk meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah dalam kegiatan-­kegiatan usahanya agar kesejahteraan mereka meningkat. Untuk itu, kebijaksanaan yang ditempuh, adalah: Pertama, meningkat­kan pendidikan perkoperasian, terutama pendidikan dalam bi­dang tatalaksana untuk tenaga di lingkungan koperasi-koperasi primer. Kedua, mengusahakan agar koperasi-koperasi primer memperoleh kesempatan untuk melaksanakan kegiatan usaha. Ke­tiga, mengusahakan agar untuk koperasi-koperasi primer, selalu menyediakan dana-dana kredit yang diper­lukan untuk melaksanakan kegiatan usaha masing-masing dengan syarat-syarat yang ringan.
Pembinaan koperasi berikutnya adalah bertujuan untuk meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi, agar tumbuh menjadi koperasi primer yang tangguh dan mampu menjadi kekuatan ekonomi desa, serta mengantarkan masyarakat menuju kemajuan dan kesejahteraan. Untuk itu, pembinaan kope­rasi diarahkan untuk: (1) meningkatkan kemampuan koperasi untuk berprakarsa dan berswakarya, (2) meningkatkan kemampuan koperasi sebagai salah satu wadah uta­ma untuk membina kemampuan usaha golongan ekonomi lemah, (3) meningkatkan kemampuan koperasi sekunder dan koperasi-koperasi primer lain­nya sehingga mampu melayani kepentingan anggota, (4) mening­katkan peranan koperasi dalam berbagai sektor kegiatan pere­konomian, dan (5) meningkatkan kemampuan koperasi untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi-ko­perasi lain dan badan usaha bukan koperasi di wilayah atau di daerah masing-masing.
Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, pembinaan kelem­bagaan koperasi diarahkan untuk mencapai delapan tujuan. Per­tama, meningkatkan kemampuan organisasi koperasi, dengan mendorong berfungsinya perlengkapan organisasi koperasi dan terwujudnya pembagian tugas yang jelas, sehingga koperasi benar-benar mampu mencerminkan sifat demokrasinya dan mampu mendukung peningkatan usahanya. Kedua, mengembang­kan sistem organisasi intern koperasi agarperanan anggota dalam menentukan kebijaksanaan, partisipasinya dalam kegiatan usaha dan pengawasan, menjadi semakin besar dan sesuai dengan kepentingan bersama. Ketiga, membentuk dan mengembangkan unit-unit organisasi usaha di masing-masing wilayah kerja koperasi sebagai unit organik, sehingga ada pe­ningkatan dalam jangkauan dan mutu pelayanan terhadap anggota koperasi. Keempat, membina dan mengembangkan kemampuan tek­nis, keterampilan manajemen dan jiwa kewirakoperasian para manajer, karyawan, dan anggota Badan Pemeriksa Koperasi, agar koperasi tumbuh menjadi kelompok yang berhasilguna serta mam­pu memberikan pelayanan usaha yang optimal kepada para anggo­tanya. Kelima, mengembangkan dan membina sistem informasi ma­najemen koperasi, sehingga pelaksanaan pengambilan keputusan benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan para anggotanya dengan dukungan informasi yang lengkap dan dapat diandalkan. Keenam, melaksanakan pembinaan dan pengawasan agar perlengka­pan organisasi koperasi sungguh-sungguh dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan fungsinya. Agar Gerakan Koperasi juga dapat melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan, maka akan dikembangkan dan dimantapkan pengembangan Pusat Administrasi Usaha yang dapat mendorong terbentuknya Koperasi Jasa Audit. Ketujuh, meningkatkan dan memperluas kegiatan penyuluhan dan penerangan dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya koperasi dalam membantu meningkat­kan kesejahteraan dan memenuhi kepentingan/kebutuhan mereka, dengan memanfaatkan berbagai media dan metoda yang tepat dan efektif. Kedelapan, meningkatkan apresiasi terhadap koperasi di berbagai kalangan fungsional, seperti pemuka masyarakat, ilmuwan, wartawan, kelompok tani, kelompok profesi dan seba­gainya dengan kegiatan seminar, sayembara karya tulis, rembug desa dan sebagainya.
Dalam rangka meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi, maka di samping diselenggarakan pembinaan kelembagaan, juga dilaksanakan pembinaan usaha. Sebagaimana diketahui, kehidup­an koperasi pada hakekatnya merupakan usaha bersama sesuai dengan kepentingan dan kegiatan ekonomi para anggotanya dalam mewujudkan tujuan bersama, yaitu peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan para anggota koperasi. Pembinaan usaha tersebut dilaksanakan dengan cara-cara berikut: Pertama, memantapkan dan mengembangkan lebih lanjut usaha koperasi primer, dalam bidang-bidang pelayanan kebutuhan pokok untuk masyarakat, produksi dan pengolahan hasil serta pemasarannya, simpan-pinjam, dan jasa-jasa lainnya, agar tumbuh menjadi suatu lembaga ekonomi yang mandiri, mampu melayani kebutuhan para anggota dan masyarakat di sekitarnya. Kedua, meningkat­kan kemampuan perencanaan usaha koperasi primer. Ketiga, meningkatkan kemampuan koperasi primer untuk memanfaatkan berbagai fasilitas perkreditan yang tersedia untuk pertumbuh­an usahanya. Keempat, meningkatkan dan membina usaha Kopera­si Simpan Pinjam agar mampu berperan aktif dengan efektif da­lam mengisi kebutuhan para anggota koperasi. Kelima, mengem­bangkan kerjasama dan jalinan usaha antara Koperasi Primer dengan dukungan koperasi sekundernya. Keenam, memantapkan dan mengembangkan Pusat-pusat Pelayanan Koperasi sehingga benar­-benar dapat berperan dalam mendukung pengembangan usaha koperasi sekunder dan koperasi primer lainnya. Kini sudah saatnya masyarakat peternakan mengembalikan fungsi dan peran koperasi susu sebagaimana fitrahnya.
Dinamika Koperasi Susu
Koperasi sapi perah merupakan perusahaan yang bergerak di dalam produksi susu segar dan kemudian dipasarkan ke industri susu sebagai bahan baku susu olahan dan produk asal susu lainnya. Koperasi dalam memproduksi susu segar bermitra dengan peternak rakyat yang menjadi anggota koperasi.
Sebagai anggota koperasi, peternak adalah juga pemegang saham melalui simpanan wajib dan simpanan pokok dan sebagainya. Dengan demikian keberhasilan koperasi dalam bisnis susu segar secara langsung merupakan keberhasilan para peternak anggota itu sendiri. Sebaliknya jika terjadi mismanajemen dalam pengurusan koperasi akan merugikan perkembangan peternak anggota koperasi.
Pada kenyataannya, berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa usaha sapi perah rakyat selama 25 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan, malah cenderung statis, khususnya dalam ukuran usaha yang tetap bertahan pada skala 2-3 ekor per peternak. Pada sisi koperasi dilaporkan pula bahwa hanya 20 persen dari total koperasi sapi perah yang dapat dinyatakan beroperasi secara layak dengan tingkat produksi yang relatif tinggi. Pertanyaan menarik yang muncul dari dua kenyataan di atas adalah apakah koperasi sebagai sebuah perusahaan dalam hukum ekonomi telah mengalokasikan faktor produksi secara efisien? Pertanyaan kedua adalah: apakah koperasi mempunyai manajeman yang sesuai dengan konsep saling menguntungkan antara sesama mitra? Penyelesaian kedua pertanyaan ini sangat penting dalam usaha meningkatkan laju pertumbuhan produksi susu segar dalam negeri dan meningkatkan insentif kepada peternak rakyat.
Permintaan susu dalam negeri relatif besar dan terus mengalami pertumbuhan dan baru dapat dipenuhi 30 persen sedangkan sisanya dipenuhi melalui impor. Beberapa tahun lagi, Indonesia akan memasuki pasar bebas dunia, dan ini berarti koperasi harus segera mencari jalan keluar bagi peningkatan produksi dan menjadi tuan di rumah sendiri. Sekalipun setelah krisis ekonomi, susu impor menurun dan penyerapan susu segar dalam negeri meningkat, IPS akan lebih menyukai impor susu karena harganya akan lebih murah. Meskipun saat ini, harga susu dunia melonjak hingga lebih dari 100% akibat kekeringan di Australia. Selama Januari hingga Juni 2007, harga bahan baku susu berupa full cream milk powder impor naik dari 2.900 dolar AS per ton menjadi 4.500 dolar AS per ton.
Kebutuhan susu dalam negeri yang dapat dipasok dari produksi dalam negeri baru mencapai 45% (360.000 ton) dari total kebutuhan 800.000 ton, sehingga sisanya masih diimpor dari luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka produksi dalam negeri harus ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Secara nasional, sebagian besar agribisnis sapi perah merupakan peternakan rakyat yang ditangani koperasi, sehingga sebagian besar (90%) produksi susu ditangani oleh koperasi.
Peternakan rakyat menurut data tahun 2000, populasi sapi perah sebanyak 354,3 ribu ekor dengan skala kepemilikan 2-3 ekor per KK dan produktivitas rendah sekitar 9-10 liter per ekor per hari. Hal ini disebabkan antara lain kualitas pakan yang belum baik dan pemeliharaan yang belum optimal. Skala usaha KUD sebagian besar (60%) kapasitas produksinya masih rendah, yaitu di bawah 5.000 liter per hari. Skala kepemilikan sapi perah 2-3 ekor per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah berakibat kehidupan peternak stagnan, bahkan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
Perdagangan Susu Indonesia
Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi.
Dilihat dari sisi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 8 liter/kapita/tahun itu pun sudah termasuk produk-produk olahan yang mengandung susu. Konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30 liter/kapita/tahun, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 100 liter/kapita/tahun. Seiring dengan semakin tingginya pendapatan masyarakat dan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, dapat dipastikan bahwa konsumsi produk-produk susu oleh penduduk Indonesia akan meningkat.
Perkiraan peningkatan konsumsi tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik. Produksi susu segar dan produk-produk derivatnya seharusnya dapat ditingkatkan. Kondisi produksi susu segar Indonesia saat ini, sebagian besar (90%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 2-3 ekor sapi perah per peternak. Skala usaha ternak sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup. Dari sisi produksi, dengan demikian, kepemilikan sapi perah per peternak perlu ditingkatkan. Menurut manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan minimal 10 ekor sapi per peternak.
Dari sisi kelembagaan, sebagian besar peternak sapi perah yang ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu. Koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima peternak. Peranan koperasi sebagai mediator perlu dipertahankan. Pelayanannya perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas SDM koperasi serta memperkuat networking dengan industri-industri pengolahan. Adaptasi kelembagaan contract farming akan sangat membatu terwujudnya upaya ini.
Terkait dengan agribisnis susu, pada tahun 1983 Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi. Dalam SKB tersebut industri pengolah susu diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan dalam bentuk ”bukti serap” (BUSEP). BUSEP tersebut bertujuan untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu impor. Namun dengan adanya Inpres No 4 Tahun 1998 yang merupakan bagian dari LoI yang ditetapkan oleh IMF, maka ketentuan pemerintah yang membatasi impor susu melalui BUSEP menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas masuk. Persoalan di industri hilir pun ada, misalnya tarif BM yang tidak harmonis antara produk susu (5%) dengan bahan baku lain seperti gula (35%) dan kemasan (5%-20%). Guna meningkatkan pangsa pelaku pasar domestik dalam pasar susu segar Indonesia, BUSEP perlu diberlakukan kembali dan tarif BM produk susu perlu peninjauan kembali.
Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar peternak susu untuk mengembangkan usahanya. Namun demikian peternak masih menghadapi permasalahan, antara lain yaitu rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak, tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi penghambat perkembangan produksi susu domestik.
Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Inpres No 4/1998 mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri.
Permasalahan lain yang dihadapi peternak adalah besarnya ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang dihasilkannya. Dengan absennya keberpihakan Pemerintah terhadap peternak, hal ini menimbulkan kecenderungan bahwa harga susu segar yang diterima peternak relatif rendah. Adanya pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh kalangan industri pengolah susu mendudukkan peternak sapi perah pada posisi tawar (bargaining position) yang rendah. Lebih ekstrim lagi, keberadaan industri pengolah susu ini dapat menyebabkan terbentuknya struktur pasar oligopsoni yang tentunya menekan peternak. Selain harga susu yang sangat murah pada struktur pasar tersebut, tekanan yang diterima peternak semakin bertambah dengan adanya retribusi yang diberlakukan oleh kebanyakan Pemda di era otonomi daerah ini.
Bila melihat perkembangan agribisnis persusuan di negara lain, peran koperasi sangatlah besar dalam mengembangkan usaha tersebut. Di India, misalnya, koperasi susu telah berkembang sedemikian rupa sehingga sampai saat ini kurang lebih telah berjumlah 57.000 unit dengan 6 juta anggota. Begitu pula di Uruguay, dimana para peternak domestiknya telah mampu memproduksi 90% dari total produksi susu nasional. Besarnya peran koperasi tersebut belum terlihat di Indonesia. Koperasi susu kita mempunyai posisi tawar yang sangat lemah ketika berhadapan dengan industri pengolahan susu, baik dalam hal jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang diperoleh.
Masalah penting mengenai perkoperasian susu adalah proses pembentukan koperasi tersebut umumnya bersifat top-down dan intervensi pemerintah relatif besar dalam mengatur organisasi. Pembentukan anggota koperasi bukanlah atas dasar akumulasi modal anggota tetapi lebih banyak bersifat pemberian kredit ternak sapi dalam rangka kemitraan dengan bantuan modal dari pemerintah. Status anggota koperasi hanya berfungsi pada saat menjual susu segar dan pembayaran iuran wajib dan iuran pokok. Koperasi sebagai lembaga ekonomi dalam menjalankan manajemen tanpa pengawasan yang ketat oleh anggota, justru sebaliknya koperasi cenderung berkuasa mengatur anggota.
Arah Kebijakan
Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak saat ini, yaitu dengan meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional. Adapun kebijakan dalam upaya substitusi impor susu yang dapat diambil untuk mencapai kondisi tersebut antara lain sebagai berikut.
Pertama, Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak. Dayasaing susu yang dihasilkan peternak hanya akan dapat ditingkatkan apabila produktivitas dan kualitas tersebut ditingkatkan. Untuk itu, penelitian dan pengembangan khususnya mengenai teknis dan manajemen produksi perlu ditingkatkan. Gerakan nasional seyogianya diikuti dengan aktivitas nyata berupa bantuan antara lain dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan budidaya sapi perah yang baik, mendorong tersedianya bibit sapi unggul, kemudahan untuk pemanfaatan lahan, akses dan ketersediaan modal, serta pengembangan beragam industri pengolahan susu sehingga harga di tingkat peternak menjadi relatif lebih stabil.
Kedua, perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan industri pengolahan susu sehingga pengembangan agribisnis berbasis peternakan dapat berjalan dengan baik. Semua pihak yang terkait haruslah saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Ini dapat diwujudkan melalui sistem contract farming, dimana terdapat keterpaduan dari berbagai unsur baik peternak, koperasi, industri/pemodal maupun pemerintah.
Ketiga, koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar, antara lain yakni pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yogurt, keju dsb. Hal ini disertai dengan program promosi secara luas kepada masyarakat, terutama anak-anak, tentang manfaat mengkonsumsi susu segar dan produk-produk olahannya. Pendirian pabrik pengolahan susu yang dimiliki gerakan koperasi juga perlu didorong. Langkah ini diperlukan untuk mengantisipasi makin menguat dan relatif stabilnya nilai kurs rupiah terhadap US dolar, yang dapat mengakibatkan industri pengolahan susu kembali mengimpor sebagian besar dari bahan baku susunya dari luar negeri.
Keempat, Pemerintah Pusat maupun Daerah seyogianya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya. Ini antara lain dapat dilakukan dengan menghapuskan retribusi yang menyebabkan ongkos produksi bertambah mahal, menghapuskan pajak pertambahan nilai bila pengolahan masih dilakukan oleh peternak, serta pemberlakuan tarif bea masuk terhadap susu impor untuk melindungi produksi dalam negeri.
Kelima, mengefektifkan kinerja dewan persusuan nasional agar dapat merangkul seluruh stakeholder persusuan termasuk IPS yang mengatur regulasi harga dan penyerapan susu yang berpihak pada peternak rakyat.
Semoga kelima arah kebijakan di atas dapat segera diwujudkan oleh para pengambil kebijakan dalam rangka merealisasikan gerakan revolusi putih. Revolusi putih yang berhasil akan menjamin terjadinya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia: ketersediaan suplai susu yang terjamin, meningkatnya pendapatan peternak dan pelaku usaha lainnya di bidang peternakan.
Yuari trantono, editing dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar